Baca Juga
“Inilah Jakarta.”
Pikir gue yang berdiri di tengah Lapangan Softball Senayan pukul 18.00 malam.
Lampu-lampu berkelip mengintip genit; dari ujung-ujung gedung yang berdiri berhimpit.
Bunyi klakson penuh murka hinaan; menuntut untuk segera pulang ke peraduan.
Tak lupa wangi tanah mesra menggoda; untuk merebahkan diri ke atas rumput setelah hujan reda.
Semuanya....
Membuat gue jatuh....
Jatuh, sedalam-dalamnya kepada Jakarta.
“Kapan ya gue bisa jadi orang dewasa?”
Ucap gue 10 tahun lalu di lapangan itu, tanpa berpikir panjang.
Pikir gue yang berdiri di tengah Lapangan Softball Senayan pukul 18.00 malam.
Lampu-lampu berkelip mengintip genit; dari ujung-ujung gedung yang berdiri berhimpit.
Bunyi klakson penuh murka hinaan; menuntut untuk segera pulang ke peraduan.
Tak lupa wangi tanah mesra menggoda; untuk merebahkan diri ke atas rumput setelah hujan reda.
Semuanya....
Membuat gue jatuh....
Jatuh, sedalam-dalamnya kepada Jakarta.
“Kapan ya gue bisa jadi orang dewasa?”
Ucap gue 10 tahun lalu di lapangan itu, tanpa berpikir panjang.
EmoticonEmoticon